SETELAH BERSANDAR

Mengenai Aku, Kamu, dan Apa-Apa yang Berserak Di Sekitar Kita


Ternyata Ini Saja Belum Cukup

Selama ini saya selalu percaya bahwa apapun yang terjadi dalam hidup saya—entah itu hal baik atau buruk—tak perlu diceritakan langsung kepada orang lain. Saya cukup menuliskannya di blog ini, blog yang pembacanya sangat sedikit, blog yang jarang sekali ada interaksinya, blog yang bahkan tidak dibaca oleh orang-orang terdekat saya. Buat saya selama ini, blog ini sudah cukup untuk menampung semua keluh-kesah saya.

Selama ini saya selalu bersyukur bahwa saya tumbuh menjadi manusia yang punya kemampuan untuk menulis. Setidaknya, saya punya cara paling mudah untuk mencurahkan semua keluh-kesah saya. Semua bisa saya ceritakan. Tentang kegagalan asmara, karier yang berantakan, gaji yang belum dibayar, atau sesederhana tentang hubungan saya dengan kucing di rumah dan perjalanan saya dari Batu ke Jogja. Semua bisa saya ceritakan, dan selama ini saya merasa sudah cukup.

Tidak perlu ada orang lain untuk berbagi cerita. Tak perlu ada orang lain untuk mencari sebuah solusi dari masalah yang sedang saya derita. Orang-orang terdekat saya—yang tentunya tidak membaca blog saya—tidak perlu tahu soal apa yang terjadi kepada saya. Kalau ada yang mau tahu, ya silakan saja baca blog saya, meski saya tahu bahwa mereka tidak ada yang suka membaca. Saya cukup menuliskannya di blog, dan usailah semua masalah itu. Begitu pikiran saya selama ini.

Tapi ternyata selama ini saya salah. Blog ini belum cukup. Menulis segalanya di blog ini benar-benar belum cukup. Semua usaha merangkai kata, kalimat, dan paragraf yang berasal dari apa yang saya alami selama ini belum cukup. Belum cukup untuk apa? Belum cukup untuk membuat saya lega. Belum cukup untuk membuat semua beban saya sedikit lebih ringan. Dan belum cukup untuk membuat saya jauh dari masa-masa kalut yang selama ini selalu menghantui.

Menulis dan mengunggahnya di blog ini benar-benar belum cukup. Saya bukan hanya butuh lebih banyak interaksi, tapi saya butuh untuk bercerita secara langsung. Saya butuh menceritakannya langsung, dan saya butuh timbal baliknya secara langsung juga. Hal yang selama ini agak saya hindari memang, tapi entah mengapa inilah yang sebenarnya saya butuhkan.

Masalahnya, saya sudah kadung yakin dengan apa yang saya percayai selama ini. Saya sudah yakin bahwa saya merasa cukup hanya dengan menulis di blog. Saya sudah kadung yakin bahwa saya tidak butuh orang lain untuk menceritakan semua yang terjadi. Meski pada akhirnya saya tahu bahwa yang saya anggap cukup itu ternyata belum benar-benar cukup, entah mengapa saya masih keras kepala.

Apa yang saya percayai ternyata menjadikan saya sebagai manusia yang tertutup. Terminologi “manusia adalah makhluk sosial” tidak benar-benar bekerja dengan baik dalam diri saya. Saya tidak pandai menjalin hubungan dengan manusia lain, tak terkecuali dengan orang tua saya. Bahkan ketika saya tertimpa masalah, saya selalu berusaha agar tidak ada orang lain yang tahu. Saya cukup menuliskannya—tidak dengan sangat gamblang—di blog yang minim pembaca ini.

Padahal kenyataannya adalah saya butuh sekali orang lain. Saya butuh mencurahkan tentang apa-apa saja yang terjadi. Saya pengin sekali cerita tentang gimana kerjaan saya selama ini, tentang gaji yang berbulan-bulan belum dibayar, tentang kondisi finansial saya yang dalam beberapa bulan ini sedang dalam masa kritis, dan lain-lain. Saya hanya perlu bercerita, dan mereka mendengarkan. Sudah, itu saja.

Tapi ya susah. Di usia yang sudah lewat seperempat abad, membangun kembali bangunan yang pernah runtuh itu jelas tidak mudah. Perlu waktu yang panjang, perlu momen yang tepat, perlu usaha yang berat, dan tentunya perlu keberanian yang sangat besar. Apa saya mampu? Entahlah, tapi saya agak pesimis kalau saya mampu.

Lalu bagaimana? Ya sudah. Biarkan saja ketidakcukupan ini ada dalam hidup saya. Biarkan ketidakmampuan ini berjalan beriringan dengan saya. Biarkan segala sakit dan derita ini jadi kawan saya. Ini adalah risiko yang mau tidak mau saya ambil. Toh saya juga yang dulu memutuskan untuk jadi manusia seperti ini.

Ternyata ini saja belum cukup, dan biarkan saya melaluinya.



Tinggalkan komentar

About Me

Menulis, menulis, menulis, menangis. Kunjungi @alunberingin untuk berteman atau sekadar silaturahmi

Buletin